*Part 2* 

 
Sekarang dia sudah jadi mahasiswa. Walaupun bukan di universitas impiannya, di enjoy saja. Dia hanya berprinsip sama seperti halnya pertama masuk MA (sekolah yang tidak pernah dia inginkan sebelumnya). Tapi ada motivasi keren yang bisa membuat dia bangkit “Lebih baik jadi kepala kucing, daripada buntut Harimau”. Begitulah dia, ingin menjadi kepala kucing yang bebas berpikir sendiri jalan hidupnya tanpa ikut-ikutan orang. Bukan Anggun kalau di suatu tempat tidak melakukan hal-hal gila. Dia akan berusaha menjadi kepala yang memimpin perubahan bagi anak-anak di sekitarnya. Apalagi soal mimpi yang ingin diraihnya. Kali ini dia ingin naik pesawat terbang. Simpel sekali…
Satu tahun dia menjalani masa studinya dengan biasa-biasa saja. Kuliah-pondok-kuliah-pondok terlihat saklek karena jalan hidupku hanya seperti ini. Tidak seperti setahun yang lalu, dimana dirinya bebas bersepeda kemana saja sekuat dengkulnya. Bahkan melewati satu-tiga desa demi berkenalan dengan dunia pendidikan yang sempat dia impikan. Sama saja mungkin dengan waktu saat ini. Dia masih saja jatuh cinta dengan dunia pendidikan. Setelah experience-nya di sekolah inklusi setahun yang lalu semakin membukakan mata hatinya untuk bersikap terbuka kepada siapapun. Inklusif adalah satu  kata paling menarik bagi dirinya. Pertama kali mendengar seorang ustadzah yang menjelaskan bagaimana sistem pendidikan yang ada di sekolah tempat dimana dia mejadi guru-guruan. Ya, di impian jangka panjang dia akan mendirikan sekolah inklusif. Dimana ia akan mengumpulkan orang-orang dari berbagai latar belakang untuk belajar bersama tanpa diskriminasi. Berkat dia menjadi guru-guruan di sekolah inklusi tersebut, dia memiliki gambaran system dan tata kelola suatu lembaga pendidikan. Dan kabarnya, dia ingin menulis segala kisah hidupnya bersama murid istimewanya. Ya, dia mengaku sebagai guru-guruan saja disana karena dia hanya menjadi guru pendamping anak ABK (anak berkebutuhan khusus). Dia kemudian tertarik dengan keistimewaan anak-anak yang memang seharusnya diistimewakan. Kisah indah bersama penyandang tuna daksa di sekolah itu meninggalkan jejak yang terlalu melekat dalam benaknya. Sesekali dia menghadapi mata kuliah tentang cara mendidik anak terutama usia dini dan berkebutuhan khusus selalu saja melek. Apapun yang bersangkutan dengan pengalaman mengajar, di aktif. Terkadang dengan kebodohannya dia menjawab pertanyaan diskusi teman-temannya dengan mengandalkan pengalamannya saja. Karena malas membaca buku dan selalu ngantuk dimana berada.
Penyesalan pun datang. Dalam hatinya berkata “Sudah satu tahun ko masih saja jadi orang ngantukan. Setiap kali membaca cepat sekali matanya terpejam dan jiwanya terlelap dengan cepat. Bisa apa dia, selain berdo’a. Ia kemudian berdo’a agar didekatkan dengan orang –orang hebat, supaya bisa tertular menjadi hebat. Dia kemudian belajar menulis karya tulis ilmiah bersama kakak-kakak tingkat. Sedikit demi sedikit belajar bagaimana melakukan penelitian danmembuat karya. Semua memang berproses. Dia belajar dari nol dan kemudian menjadi tertarik ketika salah satu essay buatannya lolos 10 besar nasional. Seringkali dia mendengar kalau nanti bisa bikin tulisan yang bagus, ikut event lomba atau konferensi. Nanti gratis terbang dibiayai kampus. Wahh, mungkin ini yang dia katakana Mestakung (Semesta mendukung). Dia terus saja membuat beberapa tulisan baik tentang studi kasus atau pun library research. Dia menikmati proses itu. Dan anehnya, kebiasaan ngantuknya tidak terlalu ketika baca buku/ jurnal. Karena tuntutan penelitian, jadi bagaimanapun caranya harus membaca.
Kali ini, dia mendapat kabar bahagia. Abstrak yang dua bulan lalu dikirimkan ternyata lolos. Konferensi mahasiswa antar perguruan tinggi Islam se-ASEAN. Syukur tiada lagi terukur ketika pengumuman mendadak didapatkannya. Bahwa atas nama Anggun dengan abstrak yang berjudul Peran Pendidikan Inklusif…… Anak Berkebutuhan Khusus lolos abstraknya. Memang dia menulis kisah cinta bersama wonderful student nya. Jadi di tulisan ini dia sangat menikmati prosesnya. Kerinduann pada muridnya penyandang disabilitas ia tulis melalui tulisan tersebut. Hatinya bergetar, tatkala mengingat bagaimana pendidikan  yang baik adalah ia yang bersifat terbuka kepada siapa saja. Dia berusaha, bahwa tulisannya nanti bermanfaat bagi masyarakat. Dengan sepenu hati dia menulis, dan tiba saatnya pengumuman lolos full paper dan pantas presentasi di forum tersebut. Lagi-lagi kebahagiaan itu datang. Papernya lolos dan semakin yakin, Allah sangat menyayanginya.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Santri and Amateur Researcher

Diary Santri Covid-19

Semerbak Angin Perpisahan