Kenapa ?
Kenapa
kamu bisa sekuat ini ?
Haruskah
aku ceritakan kepadamu kawan ? Tentang kabar hati yang terlihat ambyar tapi
wajah tetap tegar ?
Jadi
begini ceritaya
Aku hanya sedang mencoba berdamai dengan diriku
Aku tak ingin orang lain bersusah-susah mengasihiku
Aku ingin semua baik-baik saja
Akupun sudah terbiasa
Aku
hanya sedang mencoba berdamai dengan diriku
Seperti
halnya do’a untuk tanah suci yang telah aku kirimkan lewat bapak professor
sepekan yang lalu. Aku ingin menjadi manusia yang damai. Tidak selalu sibuk
dengan dunia. Tidak juga mengabaikan akhirat. Aku tidak ingin selalu di pandang
tinggi oleh orang lain karena kedekatanku dengan orang-orang tinggi. Aku harus
menyadari, bahwa selama ini aku hanya memprioritaskan bagaimana menggapai mimpi
dunia. Dan kemudian mimpi itu tercapai aku sudah lega. Tapi tidak seharusnya
seperti itu. Aku lelah dengan dunia. Bagaimana drama tertinggal pesawat,
tertipu orang jahat, dan kini, hp ku sudah sekarat. Semua terkadang membuatku
lelah hidup di dunia. Aku ingin menjadi manusia biasa saja.
Aku
tak ingin orang lain bersusah-susah mengasihiku
Aku
teringat bagaimana reaksi seseorang ketika melihat kisah mengharukan perjuangan
seorang anak miskin hidupnya serba apa adanya. “Ah, Cuma mengharukan. Tidak membanggakan”.
Ya, sejak itu aku berpikir bagaimana perjuangan hidupku bukan dipandang
mengharukan, tapi membanggakan. Katakana lah suatu saat ada yang mengatakan. “Anggun
itu sosok menginspirasi anak-anak desa untuk tetap bersemangat sekolah. Bahkan berprestasi
meski hidupnya serba keterbatasan”. Semua harus ada hasil dari realisasi hidup
mengharukan. Dan, aku akan mencoba itu
Aku
ingin semua baik-baik saja
Sebagaimana
ustadzah saya pernah mengisi seminar pra nikah. Ketika audience bertanya bagaimana yang harus dilakukan ketika suatu saat
merasa lelah dengan pekerjaan yang tidak kunjung berakhir, dan masalah semakin
bertambah. Jawabannya adalah “Semua akan baik-baik saja. badai pasti berlalu”. Sesingkat
itu jawabannya. Tapi jika didalami mengandung makna yang banyak. Semua akan
baik-baik saja. Kenapa tidak menggunakan kata negative ? karena dengan
menggunakan kalimat positif, otak kita akan merangsang bahwa semua akan
berdampak positif. Badai pasti berlalu. Ujian ini hanya sementara, sisanya
hanya kebahagiaan jika kamu memahaminya.
Akupun
sudah terbiasa
Mungkin
banyak yang belum mengetahui bahwa aku ini berlatar belakang keluarga desa di pegunungan.
Aku selalu mengatakan namaku adalah “Anggun”,
ini adalah sebuah singkatan dari kata “Anak Nggunung”. Mungkin akan terkaget,
jika kamu tahu bahwa aku adalah penjual kacang godhog, pecel, es dawet, dan
gebleg (Makanan khas kebumen yang turun temurun dikembangkan keluargaku). Walau
sekarang sudah jarang yang membuatnya, beberapa warga desaku masih ada. Aku dibesarkan
di keluarga yang kurang mampu dalam hal finalsial. Aku terbiasa bersekolah
dnegan mengandalkan beasiswa. Dari SD-MA. Aku adalah penerima beasiswa aktif.
Tapi semua berubah semenjak Negara api menyerang. Eh, maksudnya semenjak aku
pergi ke perantauan. Memimba ilmu di uiversitas tanpa satupun beasiswa. Seolah
ini adalah tamparan terbesar bagiku.
Aku
pernah menjadi orang yang direndahkan, itulah mengapa aku akan mencoba
memperbaiki.
Oh
ya, perihal kenapa aku tidak menangis ketika kehilangan hp. Itu memang aku
sudah terbiasa dengan banyak tamparan. Kehilangan hp tak serumit kehilangan
tiket pesawat.
Komentar
Posting Komentar